SERTIFIKAT TANAH KUAT TAPI TAK MUTLAK, ko Bisa?

oleh -110 views
oleh

Opini Dan Catatan Kecil Bung Harianja

Ayo masuk pak eko..

Membahas SHM (Surat Hak Milik Tanah) yang dikeluarkan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) tentu sangat menarik sebab pasti ada kaitannya dengan Surat Ketengan Tanah (SKT) atau dokumen lain yang dianggap pula sebagai bukti kepemilikan tanah yang konon sebelum UUPA dikeluarkan, masyarakat sudah mengenal dan memiliki SKT dan sejenisnya.

Tanah pada dasarnya merupakan kekuasaan negara, yang tujuannya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahtraan rakyat (UUD 45 Pasal 33 ayat 3)

Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi disebuah negara memiliki hak untuk mengelola dan sekaligus untuk menguasai sebidang tanah secara penuh. Penguasaan tersebut dibuktikan dengan sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Pertanyaan bagaimanakah kedudukan Surat Keterangan Tanah (SKT) berdasarkan Surat Edaran Menteri ATR/BPN No. 1756/15.I/IV/2016 Tentang Petunjuk Pendaftaran Tanah Masyarakat dan Kekuatan Hukum Surat Ketrangan Tanah (SKT) Sebagai Alat Bukti Kepemilikan Tanah Pasca di Keluarkannya SE ATR/BPN No. 1756/15.I/IV/2016 Tentang Petunjuk Pendaftaran Tanah Masyarakat?

Ayo kita preteli pelan pelan bro..

Berdasarkan penjelasan dari PP No.24 Tahun 1997 dan Permen No. 3 Tahun 1997 , SKT adalah sebagai bukti fisik atas sebidang tanah yang selanjutnya disebut dengan alas hak atau hak dasar dalam proses pendaftaran tanah.

Dalam proses pendaftaran tanah SKT memiliki kedudukan sebagai salah satu syarat pendaftaran tanah yaitu bisa disebut dengan alas hak dalam pendaftaran tanah.

Dengan SKT, seseorang dapat membuktikan haknya atas sebidang tanah tanpa harus adanya alat-alat bukti yang lain secara lengkap.

Keren bukan..tapi belum sampai bro..masih awal bro kwkwkw..

Sebelum lahirnya UUPA, SKT merupakan tanda bukti hak atas tanah yang diakui, akan tetapi setelah lahirnya UUPA dan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah , HANYA SERTIFIKAT hak atas tanah yang diakui sebagai bukti kepemilikan tanah, namun Surat Keterangan Tanah (SKT) nampaknya masih berlaku.

Dasarnya apa SKT masih berlaku?

Masyarakat Indonesia dari sebelum lahirnya UUPA dan sampai sekarang UUPA masih berlaku, masyarakat masih menganggap bahwa SKT merupakan bukti hak atas tanah yang sah. Khususnya bagi mereka yang tinggal di pelosok negeri dan jauh dari kantor pertanahan.

Ini dia….

Setelah di keluarkannya Surat Edaran Menteri ATR/BPN No. 1756/15.I/IV/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masyarakat yang selanjutnya disebut SE Mentri ATR/BPN yang menyatakan bahwa untuk tujuan melakukan percepatan kegiatan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia baik melalui dana pemerintah maupun dana swadaya masyarakat, “dalam hal dasar penguasaan dan/alat bukti kepemilikan tanah masyarakat tidak lengkap atau sama sekali tidak mempunyai dasar penguasaan dan/atau bukti kepemilikan agar dibuktikan dengan surat tentang penguasaan fisik bidang tanah dangan itikad baik dari yang bersangkutan, surat pernyataan sebagaimana dimaksud dengan disaksikan paling sedikit 2 (dua) orang saksi dari lingkungan setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai dengan derajat kedua, baik dalam kekerabatan vertical maupun horizontal yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar sebagai pemilik dan menguasai bidang tanah tersebut. Surat pernyataan tersebut dibuat berdasarkan keterangan yang sebenar-benarnya dan pihak yang membuat penyataan bertanggung jawab baik secara perdata maupun pidana apabila dikemudian hari terdapat unsur-unsur ketidak benaran dalam pernyataan dan bersedia sertifikatnya dibatalkan dan diproses hukum sesuai peraturan yang berlaku serta tidak melibatkan pihak lain.”

Jelas lah…kwkwkw

Dengan tegas dalam ketentuan Pasal 32 PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah, sertifikat merupakan bukti yang kuat tepi tidak bersifat mutlak.

TIDAK BERSIFAT MUTLAK karena di Indonesia sendiri menggunakan sistem publikasi negatif yang tertendensi positif, gugatan terhadap sertifikat masih dapat dilakukan. Berbeda halnya dengan Negara yang menggunakan sistem publikasi positif, dimana sertifikat merupakan bukti yang mutlak tidak bisa di ganggu gugat.

Kuat, namun tidak mutlak merupakan bentuk kelonggaran bagi piak lain yang merasa keberatan atas haknya dikuasai oleh orang lain yang telah memiliki Sertifikasi Tanah.

Sertifikat tanah atas tanah yang dikuasai pihak lain masih dapat di gugat kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat sebelum kurun 5 (lima) tahun sertifikat itu terbit atau berlaku.

Setelah dikeluarkannya SE menteri ATR/BPN Nomor 1756/15.I/IV/2016 , tidak semerta-merta mempengaruhi kedudukan SKT sebagai hak dasar atas sebidang tanah.

SKT tetap memiliki kedudukan sebagai hak dasar atas sebidang tanah yang dapat dijadikan sebagai alat bukti kepemilikan tanah yang sah.

Ini yang berat Bro..

Terdapat kekosongan hukum.
Masa ya sih kwkwkwk

Ini jawabannya.

Sertifikat tanah bukanlah alat bukti yang mutlak, sertifikat tanah hanyalah alat bukti yang kuat dan kapan saja dapat dilakukan gugatan terhadap sertifikat tersebut. Sehingga, secara tidak langsung Surat Keterangan Tanah (SKT) merupakan alat bukti kepemilikan tanah dalam hal pembuktian kepemilikan tanah.

Hal ini juga dikuatkan oleh adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Putusan Mahkamah Agung No. 2595 K/Pdt/2018

(Apa bunyinya, ayo dicari bro biar tak gagal paham…)

Menurut penulis, dalam perjalan waktu sering terjadi perselisihan tanah baik yang bermuara ke proses hukum pidana maupun perdata.

(Yang ini ada waktu kita bahas bro.. santai dulu sejenak)

Untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi hak masyarakat dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab atau mafia tanah yang semakin banyak berkeliaran maka negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas tanah perlu mengatur secara tegas mengenai hak-hak lama (SKT dan dokumen lainnya yang dianggap menjadi alas kepemilikan tanah) sehingga diharapkan tercipta rasa aman oleh masyarakat terhadap hak yang mereka miliki.

Apa saja jenis jenis dokumen tanah selain sertifikat yang ada di Indonesia, penulis percaya para pembaca sudah mengetahuinya

Penulis Mikir dulu lagi!

Bersambung…..

Penulis, Bung Harianja
Pemimpin Redaksi
www.suaraborneo.co.id

Catatan:
Tulisan ini hanya sekedar opini belaka
Penulis sadar bahwa tulisan ini jauh dari sempurna.
Penulis dengan kerendahan hati menerima koreksi membangun demi menambah pengetahuan penulis.
Bila ada referensi terkait subtansi tulisan ini, sepanjang untuk diskusi, bukan perdebatan, akan ditayangkan di media ini.
Tulisan ini dikutip dari berbagai sumber
.

No More Posts Available.

No more pages to load.